Desir ini datang terlalu cepat. Bahkan saat aku belum menemukannya. Jangankan menemukannya, berfikir pun belum. Pikiranku terlalu penuh oleh hal-hal lain. Tapi bayanganmu selalu menyembul disela-sela otakku. Rasanya, bayanganmu telah menjadi sebuah sel dalam otakku. Sel abadi, yang tak pernah padam atau hilang.
Aku memandangmu sebagai pintu. Saat pintumu belum terbuka. Aku sudah menunggu. Bahkan menanti. Hanya untuk melihatmu. Hanya melihatmu!! Sudah lebih dimataku.
Daun pintumu saja belum bergerak. Tapi asaku sudah melambung. Terbang dengan sayapnya. Meninggalkanku jauh. Jauh, sejauh radiasi nuklir fukuyama.
Mungkin kau tak pernah melihat keberadaanku. Karena aku hanya sebuah plankton di samudra pasifik. Tenggelam bersama kekerdilanku. Dan bisa saja aku musnah tak tersisa.
Haruskah aku lari menghindari desir ini??. Retoris belaka. Ambigu kata-kata. Hah, dunia ini semakin fana dengan kehidupannya.
Saat asaku terbang, fikiranku terbang dan mereka menangkap satu hal. Satu hal yang mungkin sangat sulit untuk diucapkan. Sampai lidahku kelu. Dalam kekeluan jiwaku, AKU MENCINTAIMU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar